Malam itu aku duduk di tepi danau terbesar di kota ini
Berlatar bukit berbatu
Dan ilalang yang tinggi melintang
Di tepi sebelah selatan danau
Aku melihat dermaga rusak
Yang tak pernah lagi di singgahi perahu
Padahal beberapa tahun lalu
Dermaga itu baru saja di bangun
Dan kerap di singgahi perahu pengunjung
Dan aku pernah mengabadikan potret senja di sana...
Meski tertutup hujan
Pelan pelan ku buka buku catatan ku
Dan mengambil pulpen yang mulai kuraut
Heh...padahal itu hal konyol yang di lakukan
Aku mulai menulis aksara usang
Dengan tintah darah....
Yang ku basahi dengan sedikit lukisan air mata
Bulan purnama nampak tercermin di air danau
Yang bening
Di belakang rimbun ilalang nampak kunang kunang sedang melakukan tarian kematian
Ku tanya siapa....yang mati dan untuk apa dirayakan..?
Dengan manis kunang kunang dan ilalang serta langit malam ikut menjawab bersamaan
Hatimu hatimu yang telah mati....
Setangkai daun
Memberiku selamat dan tersenyum bersama pohon akasia
Yang Bersenandika mengucapkan selamat...!
Selamat kau tak akan lagi memiliki rasa sakit
Kau akan terbebas dari pembunuh yang paling kejam
Yaitu cinta
Tiba tiba burung Gereja pun ikut bergabung entah seraya dari mana datang nya
Dia mulai bernyanyi lirih merangkai nada nada yang berderu bersama hembusan angin malam
Dingin kan katanya
Kau kehilangan hangatmu
Kau kehilangan hangat mu
Katanya berulang kali mengolok-olok ku
Bedebah kalian kataku
Ku pegang dada ini kenapa tak terasa sakit
Padahal aku menikmati sakit itu dan merawatnya dengan baik
Apakah kenang telah mencabut serpihan kaca yang berkarat di sudut hatiku
Apakah aku benar-benar kehilangan hati
Di tengah danau aku melihat seorang wanita pucat berambut panjang
Dengan bola mata putih tidak ada hitamnya
Serta sebelah sayap yang patah dan berlumur darah
Melambaikan tangan dan memanggil ku
Ayo... kesini
Ayo...aku punya sesuatu yang membuat mu bahagia
Ayo berenang lah kesini
Aku tak bisa berenang kataku
Tak apa katanya
Coba saja aku akan mengajarimu katanya
Aku mulai berlari dan bersiap melompat menceburkan diri
Namun tiba tiba
Aroma bunga Daisy tercium di telinga ku
Membuat kakiku lemah
Dan aku terjatuh
Aku tak bisa bergerak di buatnya
Dibalik Semenjana fajar muncul seorang wanita berpayung hitam
Menarik dan menyeret tubuhku
Jangan lakukan katanya
Kau harus tetap hidup
Tidak ada jalan pintas menuju surga
Dia tersenyum
Dan menancapkan duri bunga Daisy ke jantung hatiku
Seketika itu aku merasa mati...dan hidup
Dalam waktu bersamaan.....
Komentar
Posting Komentar